Tokoh Wayang Arjuna
Arjuna
Arjuna
(Dewanagari: अर्जुन;
IAST: Arjuna) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan
berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra
Prabu Pandu, raja di Hastin
apura dengan Kunti
atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata
mendeskripsikan Arjuna sebagai teman dekat Kresna, yang disebut dalam kitab
Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan antara Arjuna dan
Kresna sangat erat, sehingga Arjuna meminta kesediaannya sebagai penasihat
sekaligus kusir kereta Arjuna saat perang antara Pandawa dan Korawa berkecamuk
(Bharatayuddha). Dialog antara Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha
berlangsung terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita,
yang secara garis besar berisi wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna
karena Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai
seorang kesatria di medan perang.

Etimologi dan nama lain
Dalam
bahasa Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berarti "bersinar
terang", "putih" , "bersih". Dilihat dari maknanya,
kata Arjuna bisa berarti "jujur di dalam wajah dan pikiran". Saat
Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa), ia
berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi
kusir kereta Pangeran Utara saat terjadi invasi Kerajaan Kuru. Untuk meyakinkan
sang pangeran bahwa ia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, maka
Arjuna membeberkan sepuluh namanya:[2][3]
Arjuna
(अर्जुन Arjuna): yang
tak ternoda dan bersinar keperakan.
Palguna
(फल्गुन Phalguna):
yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
Jisnu
(जिष्णु Jiṣṇu): yang
hebat ketika marah.
Kiriti
(किरीटिं Kirīṭin):
yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
Swetawahana
(श्वेतवाहन
Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
Bibatsu
(बिभत्सुः Bibhatsuḥ):
yang tidak pernah bertarung secara curang.
Wijaya
(विजय Vijaya): yang
berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran
yang dihadapinya.
Parta
(पार्थ Pārtha):
matronim dari Perta, secara harfiah berarti "anak Perta" (nama lain
Kunti).
Sawyasaci
(सव्यसाचिं
Savyasācin): yang bisa menggunakan kedua tangannya untuk menembakkan anah
panah.
Dananjaya
(धनंजय Dhanaṅjaya):
yang mahir menguasai busur panah (dhanu).
Di
samping nama lain Arjuna yang disebutkan dalam Wirataparwa, ada sejumlah nama
lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang merupakan bagian dari Bhismaparwa.
Beberapa nama lain yang dapat ditemui yaitu sebagai berikut:
Anaga
(अनघ Anagha): yang tak
tercela.
Barata
(भारत Bhārata):
keturunan Bhārata.
Baratasresta
(भारतश्रेष्ठ
Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
Baratasatama
(भारतसत्तम Bhāratasattama):
keturunan Bharata yang utama.
Baratasaba
(भारतशभा
Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
Gandiwi
(गन्दीवि Gandīvi):
pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
Gudakesa
(गुदकेश Gudakeśa):
penakluk rasa kantuk.
Kapidwaja
(कपिध्वज Kapidhwaja):
yang memakai panji berlambang monyet.
Kurunandana
(कुरुनन्दन
Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
Kuruprawira
(कुरुप्रविर
Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
Kurusatama
(कुरुसत्तम
Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
Kurusresta
(कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha):
keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
Mahabahu
(महाबाहु Mahābāhu):
yang berlengan perkasa.
Parantapa
(परंतप Paraṃtapa):
penakluk musuh.
Purusaresaba
(पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā):
yang terbaik di antara manusia.
Kelahiran
Dalam
Mahabharata diceritakan bahwa Prabu Pandu tidak bisa melanjutkan keturunan
karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti—istri pertamanya—menerima anugerah dari
Resi Durwasa sehingga mampu memanggil dewa sesuai dengan keinginannya, dan juga
dapat memperoleh anugerah dari dewa yang dipanggilnya. Pandu dan Kunti
memanfaatkan anugerah tersebut untuk memanggil Dewa Yama (Dharmaraja;
Yamadipati), Bayu (Maruta), dan Indra (Sakra) yang kemudian memberi mereka tiga
putra. Arjuna merupakan putra ketiga, lahir dari Indra, pemimpin para Dewa. Ia
lahir di lereng gunung Himawan, di sebuah tempat yang disebut Satsringa pada
hari saat bintang Utara Phalguna tampak di zenith.
Masa muda dan pendidikan
Drona
menguji kemampuan memanah murid-muridnya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan
Gorakhpur Geeta Press.
Arj
una dididik bersama
dengan saudara-saudaranya yang lain (para Pandawa dan Korawa) oleh Drona.
Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak sejak kecil. Pada usia muda ia
mendapat gelar Maharathi atau "kesatria terkemuka". Dalam suatu
ujian, Drona meletakkan burung kayu pada pohon, lalu menyuruh muridnya
satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian menanyakan apa saja yang
sudah mereka lihat. Banyak murid yang menjawab bahwa mereka melihat pohon,
cabang, ranting, dan segala sesuatu yang dekat dengan burung tersebut, termasuk
burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Drona menanyakan
apa yang dilihatnya. Arjuna menjawab bahwa ia hanya melihat burung saja, tidak
melihat benda yang lainnya. Hal itu membuat Drona kagum dan meyakinkannya bahwa
Arjuna sudah pintar.

Pada
suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang
mengigitnya. Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena ingin
menguji keberanian murid-muridnya maka ia berteriak meminta tolong. Di antara
murid-muridnya, hanya Arjuna yang datang memberi pertolongan. Dengan panahnya,
ia membunuh buaya yang menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona
memberikan sebuah astra yang bernama Brahmasirsa. Drona juga mengajarkan kepada
Arjuna tentang cara memanggil dan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata,
Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, dan
makhluk sakti yang berbuat jahat, agar dampaknya tidak berbahaya.
Arjuna mendapatkan Dropadi
Ilustrasi
sayembara memperebutkan Dropadi di Kerajaan Panchala.

Pada
suatu ketika, sekelompok brahmana berkumpul di tempat para Pandawa melarikan
diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan diadakan di Kerajaan
Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar sebagai kaum
brahmana. Raja Drupada dari Panchala mengadakan sayembara untuk mendapatkan
Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, dan di
bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan yang berada di atas.
Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang berhasil memanah ikan tersebut dengan
hanya melihat pantulannya di kolam, maka ia berhak mendapatkan Dropadi.
Berbagai
kesatria mencoba melakukannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir
pada saat itu ikut mencoba, ia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik.
Namun ia ditolak oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna
bersama saudaranya yang lain menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri
sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya
melihat pantulan bayangannya di kolam, dan ia berhak mendapatkan Dropadi.
Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa sedekah.
Kunti ibu para Pandawa yang sedang sibuk, menyuruh mereka untuk membagi rata
apa yang sudah mereka dapatkan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kunti,
maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka
juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar
bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu
adalah pembuangan selama satu tahun.
Perjalanan menjelajahi Bharatawarsha
Arjuna
dan Subadra. Lukisan India karya Raja Ravi Varma.

Arjuna
menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau
daratan India Kuno. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna bertemu dengan
Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat
dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil perkawinannya, ia
dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan. Setelah itu, ia melanjutkan
perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi
sungai-sungai suci yang ada di sana, ia berbelok ke selatan. Ia sampai di
sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. Ia
memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citranggada. Arjuna jatuh
cinta kepada putri tersebut dan hendak menikahinya, namun Citrasena mengajukan
suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan seorang putra, maka
anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena
Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. Dari
hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang putra yang diberi
nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka ia
meninggalkan Citranggada setelah tinggal selama beberapa bulan di Manipura. Ia
tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.
Setelah
meninggalkan Manipura, ia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia
sampai di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu ia
berbelok ke utara. Ia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat.
Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang terletak
di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana ia menyamar
sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna yang bernama Subadra, tanpa
diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna mendapat tempat
peristirahatan yang layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk membiarkan
dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa
meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna tinggal selama
beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama
itu. Ketika saat yang tepat tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada
Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta yang sudah
disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.
Baladewa
marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna
meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri
yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga
mengingatkan Baladewa bahwa dulu ia menolak untuk membiarkan kedua pasangan
tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah
Baladewa sadar, ia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan
yang mewah bagi Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Ia juga mengajak kaum
Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta
pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa
hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak turut serta.
Pembakaran hutan Kandawa
Mayasura
(kiri) menyanggupi permintaan Kresna untuk membangun sebuah istana megah untuk
Yudistira di Kandawaprastha (kemudian berganti nama menjadi Indraprastha).
Dalam
bagian akhir Adiparwa diriwayatkan peristiwa pembakaran hutan Kandawa serta
pertemuan Arjuna dengan arsitek bernama Mayasura. Kisah tersebut diawali dengan
acara pengembaraan Arjuna dan Kresna di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan
tersebut terdapat hutan lebat yang bernama Kandawa. Di sana mereka bertemu
dengan Agni, dewa api. Agni berkata bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah
dilalap api, namun Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi temannya
yang bernama Taksaka, yang hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar
Kresna dan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna dan
Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka meminta agar Agni
menyediakan senjata kuat bagi mereka berdua untuk menghalau gangguan yang akan
muncul. Kemudian Agni memanggil Baruna, dewa lautan. Baruna memberikan busur
suci bernama Gandiwa, kereta perang dengan empat kuda dihias bendera berlambang
monyet, serta tabung berisi anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada
Arjuna. Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut,
mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.
Dalam
proses pembakaran hutan Kandawa, Arjuna menyelamatkan seorang asura yang mahir
merancang bangunan, namanya Mayasura. Sebagai balas budi, Mayasura berjanji
bahwa ia akan membangun sebuah istana untuk Yudistira, kakak Arjuna. Oleh
karena Mayasura merupakan arsitek yang cekatan, maka merupakan hal yang mudah
baginya untuk membangun balairung akbar sekaligus istana megah bagi para
Pandawa di Indraprastha. Pembangunan istana megah tersebut mengawali jilid
kedua Mahabharata yang berjudul Sabhaparwa. Dalam buku tersebut diceritakan
bahwa demi merebut kekayaan para Pandawa, Duryodana menantang mereka bermain
dadu dengan taruhan harta masing-masing. Pada akhirnya para Pandawa kalah, dan
riwayat mereka selanjutnya diceritakan dalam Wanaparwa.
Pertapaan Arjuna
Lukisan
Arjuna bertemu Siwa. Siwa memberikan panah pasupati kepadanya. Lukisan India
karya Raja Ravi Varma.
Dalam
kitab Wanaparwa diriwayatkan kejadian setelah para Pandawa—yang dipimpin
Yudistira—kalah bermain dadu melawan para Korawa yang dipimpin Duryodana.
Sesuai ketentuan permainan tersebut, maka para Pandawa beserta Dropadi
mengasingkan diri ke hutan (wana dalam bhs. Sanskerta). Kesempatan tersebut dimanfaatkan
oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan
para sepupunya. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam
usahanya, ia diuji oleh tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba, namun
keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan yang diberikan oleh para
bidadari. Para bidadari yang kesal kembali ke kahyangan, dan melaporkan
kegagalan mereka kepada Indra. Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil
menyamar sebagai seorang pendeta. Dia menanyakan tujuan Arjuna melakukan tapa
di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa ia bertapa demi memperoleh kekuatan
untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya,
terutama para Korawa yang selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah
mendengar penjelasan dari Arjuna, Indra metampakkan wujudnya yang sebenarnya.
Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.
Setelah
mendapat anugerah dari Dewa Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Dewa
Siwa. Siwa yang terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi
hutan berukuran besar. Ia menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal
tersebut membuat Arjuna terbangun dari tapanya. Karena ia melihat seekor babi
hutan sedang mengganggu tapanya, maka ia segera melepaskan anak panahnya untuk
membunuh babi tersebut. Di saat yang bersamaan, Siwa datang dan menyamar
sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan yang dipanah
oleh Arjuna. Karena kesaktian dewa, kedua anak panah yang menancap di tubuh
babi hutan itu menjadi satu. Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna dan Siwa
yang menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi
hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja yang menancap, bukan dua. Maka
dari itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu yang
sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat
Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang
dan metampakkan wujud aslinya sebagai Siwa. Arjuna meminta maaf karena ia telah
berani melakukan tantangan. Siwa tidak marah kepada Arjuna, justru sebaliknya
ia merasa kagum. Atas keberaniannya, Dewa Siwa memberi anugerah berupa panah
sakti bernama pasupati.
Setelah
menerima senjata pasupati, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahyangan untuk
menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama
beberapa tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena
Arjuna tidak mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar
kelak menjadi banci (peran Arjuna sebagai banci diceritakan sebagai dalam buku
Wirataparwa). Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada saat para Pandawa
menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Setelah menyelesaikan
hukuman pembuangan, Pandawa beserta Dropadi berlindung di kerajaan Wirata.
Sesuai dengan perjanjian yang sah sebagai akibat kekalahan saat bermain dadu maka
para Pandawa beserta Dropadi harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun.
Maka dari itu, para Pandawa beserta Dropadi harus menyembunyikan identitas asli
mereka dan hidup sebagai orang lain. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari
yang banci, dengan nama samaran Brihanala. Meskipun demikian, Arjuna telah
berhasil membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan
menghalau musuh yang hendak menyerbu kerajaan Wirata.
Persiapan perang
Arjuna
memilih Kresna daripada tentara Kresna. Lukisan dari Himachal Pradesh, sekitar
akhir abad ke-18. Arjuna melepaskan panah saktinya untuk memenggal kepala
Jayadrata ketika bertempur di Kurukshetra. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan
Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.
Setelah
menjalani masa pembuangan selama 13 tahun dan masa penyamaran selama setahun,
para Pandawa ingin memperoleh kembali kerajaannya. Namun hak mereka ditolak
dengan tegas oleh Duryodana, bahkan ia menantang untuk berperang. Demi
kerajaannya, para Pandawa setuju untuk melakukan perang. Sebelum perang
terjadi, Kresna melakukan misi perdamaian, namun gagal. Akhirnya Kresna setuju
untuk terlibat dalam perang, namun dengan tidak membawa senjata. Ia ingin salah
satu pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak yang lain memilihnya sebagai
penasihat. Arjuna yang mewakili Pandawa lebih memilih kehadiran Kresna sebagai
penasihat, sementara Duryodana yang mewakili Korawa lebih memilih pasukan
Kresna.
Arjuna menerima Bhagawadgita
Dalam
Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna pemandu atau penunjuk jalan,
yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya dan menunjukkan jalan
kebenaran kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang diuraikan Kresna kepada Arjuna
disebut Bhagawadgita. Hal itu bermula beberapa saat sebelum perang di
Kurukshetra dimulai. Saat Arjuna melakukan inspeksi terhadap pasukannya, ia
dilanda pergolakan batin ketika ia melihat kakeknya, guru besarnya, saudara
sepupu, teman sepermainan, ipar, dan kerabatnya yang lain berkumpul di
Kurukshetra untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega
untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana yang benar
dan mana yang salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran.
Kresna
yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya,
dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan
saya gemetar dan mulut saya terasa kering... (Bhagawadgita, I:28)
Kita
akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak
pantas kalau kita membunuh para putra Drestarastra dan kawan-kawan kita. O
Kresna, suami Dewi Laksmi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin
kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri? (Bhagawadgita,
I:36)
Untuk
mengatasi kebimbangan Arjuna, Kresna menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar
semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan apa yang sepantasnya
dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna
menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang dijabarkan
Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita. Kitab Bhagawadgita yang
sebenarnya merupakan suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri
yang sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena dianggap merupakan intisari
dari ajaran-ajaran Weda.
Arjuna dalam Bharatayuddha
Dalam
pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para
kesatria dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk
panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih
dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya.
Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia
akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna
berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari
Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna
bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya.
Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan
bantuan dari Kresna.
Pada
pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan
Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta
Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset
beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta
Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk
mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak
untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan
penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah
Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan
tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna
melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal
kepala Karna.
Kehidupan setelah Bharatayuddha
Pertemuan
kembali Arjuna dengan Babruwahana. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan
Gorakhpur Geeta Press, ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri.
Tak
lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru
dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh
Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran,
maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha-yadnya. Upacara tersebut dilakukan
dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para
prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru.
Ketika Arjuna sampai di Manipura, ia bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna
yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung
dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang
sebenarnya, ia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna
hidup kembali.
Tiga
puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di
Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan
kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam
waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka,
Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak.
Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi.
Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata
Arjuna. Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para
wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka
diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan
tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya.
Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna
menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.
Setelah
Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka,
ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada
Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa
yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Tuhan. Byasa menyarankan
bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah
mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan
suci menjelajahi Bharatawarsha.
Perjalanan terakhir dan kematian
Perjalanan
terakhir yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab
Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para
Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna agar
senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan
kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir pada zaman
Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke
lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para
Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih
untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna
gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.
Adaptasi dalam kebudayaan Indonesia
Arjuna
versi wayang Bali.
Di
Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal dan sudah terkenal dari dahulu kala.
Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di
Jawa dan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin,
seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, dan Kakawin
Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna
juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi
Surowono.
Arjuna dalam pewayangan Jawa
Arjuna
versi wayang Jawa.
Wayang
kulit Arjuna yang diberi warna.


Arjuna
memiliki sifat cerdik dan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan
suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah
negara Amarta. Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh
ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski
berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri dan kekasih meski mampu
melakukan tapa yang paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap
keluarga yang mendalam tetapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk
membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki
seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di
dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh
dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan yang selalu mengejar wanita. Konon
Arjuna begitu halus dan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para
dayang, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah yang mendapat kehormatan,
bukan Arjuna. Ia sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan
tubuh dan kelembutan hati yang begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai
generasi.
Arjuna
juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah
diberikan pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah
Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai
Sarotama, Panah Pasupati (dari Batara Guru), Panah Naracabala, Panah
Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu),
Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk
dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk.
Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya,
Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian yang
melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang
Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal
(dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).
Istri dan keturunan
Dalam
Mahabharata versi pewayangan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu
semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya yang
selalu berguru kepada banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri dan
anak-anaknya:
Dewi
Subadra, berputra Raden Abimanyu
Dewi
Sulastri, berputra Raden Sumitra
Dewi
Larasati, berputra Raden Bratalaras
Dewi
Ulupi atau Palupi, berputra Bambang Irawan
Dewi
Jimambang, berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
Dewi
Ratri, berputra Bambang Wijanarka
Dewi
Dresanala, berputra Raden Wisanggeni
Dewi
Wilutama, berputra Bambang Wilugangga
Dewi
Manuhara, berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
Dewi
Supraba, berputra Raden Prabakusuma
Dewi
Antakawulan, berputra Bambang Antakadewa
Dewi
Juwitaningrat, berputra Bambang Sumbada
Dewi
Maheswara
Dewi
Retno Kasimpar
Dewi
Dyah Sarimaya
Dewi
Srikandi
Nama lain dan julukan
Dalam
wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna memiliki banyak nama lain dan
nama julukan, antara lain: Permadi (tampan), Parta (pahlawan perang), Janaka
(memiliki banyak istri), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta
suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas),
Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong)
"Begawan Mintaraga" adalah nama yang digunakan oleh Arjuna saat
menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti
dari dewata, yang akan digunakan dalam perang yang tak terhindarkan melawan
musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.
Referensi : https://id.wikipedia.org/wiki/Arjuna
Komentar
Posting Komentar